Putih..

"Kerupuk yang ini berapa harganya?" tanyaku di sebuah kios langgananku di pasar Rawa Indah.

"Tigabelas ribu Bu," jawab si penjaga kios, seorang gadis remaja. Wajahnya cantik sebenarnya, hanya tak terawat dan penuh bekas jerawat. Biasanya ia berdua dengan sang pemilik kios, seorang ibu yang kutaksir tak jauh berbeda usianya denganku. Tapi hari ini kulihat ia hanya sendiri.



 Aku menghampirinya sambil memperhatikan ia menuangkan kerupuk ke dalam mangkuk timbangan. Sesekali aku melirik ke atas, tempat segala barang digantung, siapa tahu yang aku butuhkan ada di situ. Oh iya, aku butuh penyedap rasa. Kuambil satu renteng yang ada di atas kepalaku lalu menyerahkan padanya untuk dihitung dan dimasukkan ke dalam kantung plastik.

"Putih sekali," ia bergumam. "Apa?" tanyaku tak mengerti, memintanya mengulang ucapannya.
 
"Tangan ibu putih sekali," sahutnya polos. Ya ampun, tadi sedikit lenganku tersingkap rupanya.

Aku tersenyum dan menjawab, "Kan ditutup rapat, enggak pernah terpapar sinar matahari, jadi lama kelamaan putih." Ujung rambut sampai ujung kakiku memang tertutup rapat oleh gamis besar, kerudung lebar plus cadar.

"Iyakah, Bu?" tanyanya dengan logat Bontangnya.

"Iya, kulit saya sama kok dengan kulitmu. Ini karena sering ditutup jadi aja tidak terbakar matahari. Bontang kan panas sekali. Coba deh kamu pakai lengan panjang, nanti kulitmu jadi putih juga," sahutku.

"Iya ya, Bu... tapi gerah," katanya.

Aku tak menjawab. Sebenarnya ingin kukatakan padanya, memakai pakaian tertutup dan berjilbab akan membuatnya tampak lebih rapi dan cantik. Tapi itu tak kulakukan. Aku hanya tersenyum dan menggangguk (karena dia pasti tak bisa melihat senyumku di balik cadar), membayar apa yang kubeli dan berlalu.

Di jalan aku baru kepikiran, kenapa aku tak memberinya pengertian tentang wajibnya seorang muslimah berpakaian tertutup. Duh, belum berani dakwah rupanya diriku. Mungkin lain waktu ya..