Hidup tak musti hebat. Sederhana pun bisa berarti ...

Sabtu, 23 Juli 2011

"Bukan jalan-jalan biasa"

"Mak, ingin kubawa kau pada rumah mimpimu
yang dari dalamnya terpancar keindahan Illahi dan berjuta tanda kebesaran Nya
Tapi Mak, tanganku terlalu lemah dan daya yang kupunya seperti hembusan angin melintas celah batu karang
Mak, rumah mimpimu entah kapan kupersembahkan
tapi ia selalu ada dalam doaku"

(dari buku "Emak ingin naik haji" nya Asma Nadia)





Tiga bulan yg lalu, aku hanya berkhayal mewujudkan mimpi ini. Aku tahu, sejak ibuku pulang dari Tanah Suci Mekkah di musim haji tahun 2003 hanya satu mimpi ibuku, kembali kesana menunaikan ibadah umroh. Dan aku tahu betapa beliau berjuang mengumpulkan sedikit demi sedikit rejekinya untuk mewujudkan impiannya.

Tak banyak uang yang diterima seorang janda pensiunan TNI AD seperti ibuku, namun ibu tak patah semangat. Tapi, setelah mengenal sunnah dan ia percaya bahwa wanita tak boleh pergi tanpa mahromnya, pupuslah harapannya. Akhirnya, setiap mendapat rejeki, ibu buru-buru menginfakkannya kepada yang membutuhkan, atau sekedar menyenangkan semua cucunya dengan memberikan uang jajan.

Sebenarnya masih ada kami, anak-anaknya yang bertekad untuk mewujudkan impian ini suatu hari nanti. Tapi kapan? Entahlah, kami tak pernah tahu. Ibu tak mau merepotkan kami. Menurutnya, ketiga anak dan menantunya masing-masing punya kebutuhan yang lebih besar daripada sekedar menghabiskan uang untuk menemaninya ke tanah suci.

Ah, ibu. Kapan lagi kami bisa membahagiakan dirimu? Tahun ini, selagi sehat dan lapang, selagi rejeki ada di tangan, dg ijin Alloh kami wujudkan mimpimu ibu. Alloh Maha Besar. Aku melihat sendiri, betapa kaki ibu yang selama ini lemah karena osteoporosis, menjadi kuat menapaki bukit Safa dan Marwa tanpa lelah, bahkan dengan sedikit berlari.

Subhanallah. Betapa semangat bisa mengalahkan segalanya. Betapa kurasakan kencangnya genggaman tanganmu saat kita melaksanakan tawaf di Baitullah, dan seperti dirimu, airmataku tak henti mengalir ketika doa dan harapan kita panjatkan di rumah mimpimu.

Ini bukan lagi mimpi, Bu. Kita berenam ada disini! Bersama-sama memohon ampunan dan rahmat-Nya.
Sekarang, bolehkan kalau aku yg bermimpi? Semoga suatu saat nanti kita berenam kesini lagi. Aamiin.
Mari bermimpi, Bu...

Bontang, akhir Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar