Dingin menggigit kulit. Sejak semalam hujan deras mengguyur Bontang. Pagi pun berselimut mendung. Mau tak mau pekerjaan pagi ini bertambah, berkeliling mengantar satu-persatu penghuni rumah. Ketika hanya ada satu mobil di garasi rumah, sementara di tempat tinggal kami tak ada angkutan umum yang lewat, maka mobil akan sangat berguna di pagi yang basah seperti ini.
Pilihan pertama, tentu saja mengantar anakku Bagas yang duduk di kelas IX SMP Vidatra. Dia masuk jam 07.00 pagi sementara sang ayah hari ini harus berangkat ke Jakarta. Jadwal pesawat ATR Bontang-Balikpapan jam 07.30 wita, jadi pilihan kedua adalah mengantarkan suami ke airport tanpa menunggu sampai pesawatnya berangkat. Masih ada tugas berikutnya untuk mengantar Dhiya ke SD Alam yang terletak di Kana'an.
Langit masih berselimut mendung, meski hujan kadang rintik kadang deras, bahkan kadang berhenti sama sekali. Hujan tak merata di kotaku. Bagas sudah tiba di sekolah, suami sudah kuantar ke bandara, tinggal Dhiya yang harus kuantar.
Mobil berjalan lambat menyusuri jalan aspal yang licin. Hampir semua orang berkendaraan mobil di dalam komplek. Namun ketika keluar lewat Gate Pos SD, banyak pengendara motor yang kutemui. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak sekolah, sementara yang lainnya beberapa pekerja kantoran. Satu kesamaan mereka, tak ada yang memakai jas hujan ataupun jaket. Aku heran, langit begitu mendungnya, tapi mereka tak membawa persiapan apa-apa. Mungkin saja tujuannya dekat, pikirku. Tapi jauh ataupun dekat, hujan tak pilih tempat bukan?
Tak berapa lama gerimis mulai turun. Belum lima meter mobilku bergulir, hujan bertambah deras. Orang-orang yang berkendaraan motor itu merapat ke halte terdekat. Ada pula yang nekat meneruskan perjalanan. Aku geleng-geleng kepala.
Bagaimana mungkin mereka bisa nyaman mengikuti pelajaran atau kegiatan kantor dalam keadaan basah kuyup. Bagaimana mungkin kan menunggu hujan sampai reda, sedangkan langit begitu gelapnya, ataukah ini kan menjadi alasan mereka untuk mangkir ataupun bolos? Bagaimana mungkin tadi pagi mereka berangkat dengan seadanya saja, sedangkan mendung menggantung sejak semalam, tak punyakah mereka jas hujan atau minimal jaket? Tak mungkin! Motor mereka bagus-bagus, masa membeli jas hujan saja tak bisa. Atau, mungkin mereka malas menenteng jas hujan yang bikin repot ketika tak dipakai? Atau mungkin mereka malu kalau memakai jas hujan? Entahlah. Aku jadi teringat anakku yang punya sikap sama bila disuruh menenteng jas hujan ataupun payung ketika langit mendung. Padahal jas hujan maupun payung diciptakan untuk melindungi kita dari terpaan hujan.
Ah, di musim penghujan ini, mungkin generasi sekarang perlu diingatkan akan sebuah peribahasa dan maknanya tentang : SEDIA PAYUNG SEBELUM HUJAN.
Untuk rintangan yang sudah pasti saja mereka tak mau bersiap-siap, bagaimana bila kelak mereka menghadapi rintangan yang tak pasti?
Bontang, 23 November 2011
Saat hujan mengguyur Bontang.
Pilihan pertama, tentu saja mengantar anakku Bagas yang duduk di kelas IX SMP Vidatra. Dia masuk jam 07.00 pagi sementara sang ayah hari ini harus berangkat ke Jakarta. Jadwal pesawat ATR Bontang-Balikpapan jam 07.30 wita, jadi pilihan kedua adalah mengantarkan suami ke airport tanpa menunggu sampai pesawatnya berangkat. Masih ada tugas berikutnya untuk mengantar Dhiya ke SD Alam yang terletak di Kana'an.
Langit masih berselimut mendung, meski hujan kadang rintik kadang deras, bahkan kadang berhenti sama sekali. Hujan tak merata di kotaku. Bagas sudah tiba di sekolah, suami sudah kuantar ke bandara, tinggal Dhiya yang harus kuantar.
Mobil berjalan lambat menyusuri jalan aspal yang licin. Hampir semua orang berkendaraan mobil di dalam komplek. Namun ketika keluar lewat Gate Pos SD, banyak pengendara motor yang kutemui. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak sekolah, sementara yang lainnya beberapa pekerja kantoran. Satu kesamaan mereka, tak ada yang memakai jas hujan ataupun jaket. Aku heran, langit begitu mendungnya, tapi mereka tak membawa persiapan apa-apa. Mungkin saja tujuannya dekat, pikirku. Tapi jauh ataupun dekat, hujan tak pilih tempat bukan?
Tak berapa lama gerimis mulai turun. Belum lima meter mobilku bergulir, hujan bertambah deras. Orang-orang yang berkendaraan motor itu merapat ke halte terdekat. Ada pula yang nekat meneruskan perjalanan. Aku geleng-geleng kepala.
Bagaimana mungkin mereka bisa nyaman mengikuti pelajaran atau kegiatan kantor dalam keadaan basah kuyup. Bagaimana mungkin kan menunggu hujan sampai reda, sedangkan langit begitu gelapnya, ataukah ini kan menjadi alasan mereka untuk mangkir ataupun bolos? Bagaimana mungkin tadi pagi mereka berangkat dengan seadanya saja, sedangkan mendung menggantung sejak semalam, tak punyakah mereka jas hujan atau minimal jaket? Tak mungkin! Motor mereka bagus-bagus, masa membeli jas hujan saja tak bisa. Atau, mungkin mereka malas menenteng jas hujan yang bikin repot ketika tak dipakai? Atau mungkin mereka malu kalau memakai jas hujan? Entahlah. Aku jadi teringat anakku yang punya sikap sama bila disuruh menenteng jas hujan ataupun payung ketika langit mendung. Padahal jas hujan maupun payung diciptakan untuk melindungi kita dari terpaan hujan.
Ah, di musim penghujan ini, mungkin generasi sekarang perlu diingatkan akan sebuah peribahasa dan maknanya tentang : SEDIA PAYUNG SEBELUM HUJAN.
Untuk rintangan yang sudah pasti saja mereka tak mau bersiap-siap, bagaimana bila kelak mereka menghadapi rintangan yang tak pasti?
Bontang, 23 November 2011
Saat hujan mengguyur Bontang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar