Muray bukan nama burung, tapi itu adalah singkatan nama jalan “Muncang Raya” yang membentang di depan rumah mertuaku di Kampung Muncang kota Jasinga Kab. Bogor. Sebuah jalan yang menghubungkan kota Bogor dan Rangkas. Bertahun-tahun sebelum aku mengenal suamiku, jalan ini sudah menjadi penghubung kota-kota kecil di Kabupaten Bogor, dilewati oleh bis-bis angkutan umum juga truk-truk besar pengangkut hasil bumi.
Tak banyak yang berubah sejak aku rutin mengunjungi kota ini setahun sekali. Sawahnya yang menghijau, sungainya yang membentang dan menjadi tempat mck bagi warganya, suasana pesantrennya yg kental, juga jalan raya di depan rumah yang tak semulus jalan tol, masih seperti dulu. Masih saja ada lubang di sana-sini yang membuat para pengendara harus berhati-hati.
Tapi... ada yang lain malam ini, hiruk pikuk suara terdengar di sepanjang jalan Muncang Raya. Suara pekerja dan alat-alatnya seolah berlomba dengan waktu diiringi suara mesin penggilas dan lalu-lalang kendaraan. Semua jalan yang berlubang ditambal dan diratakan dengan aspal. Ow, betapa giatnya mereka bekerja! Seakan esok pagi adalah batas akhir semua pekerjaan. Seperti kisah permintaan Roro Jonggrang pada Bandung Bondowoso agar bangunan selesai sebelum fajar. Ada apa gerangan?
“Tentu saja untuk menyambut kedatanganku!” ujar suamiku berkelakar. Hahay... seperti orang penting saja Abi ini! Orang Penting? Nah, pasti akan ada orang penting yang akan berkunjung ke Jasinga, tapi orang penting manakah yang akan lewat di Jalan Muray?
Aha, aku baru ingat! Sore tadi ketika aku berjalan-jalan di sekitar rumah mertuaku, tak jauh dari situ (kurang lebih 300 meter jauhnya) telah berdiri dengan megah sebuah gedung pasar yang baru di antara menghijaunya rumpun padi.
Besok pagi tanggal 24 Juni 2010, Gubernur Jawa Barat akan meresmikan pasar tersebut. Pantas saja jalan di depan rumah segera diperbaiki.
Tapi, kenapa harus menunggu Gubernur lewat ya untuk memperbaiki sebuah jalan yang teramat diperlukan warga?
Kalau Gubernur tak akan lewat, apakah jalan tak akan diperbaiki? Hatiku tergelitik oleh pertanyaan kecil seperti itu. Entahlah.... Yang jelas, malam ini kami bersyukur karena esok pagi mobil kami.... eh, mobil pinjaman kami ding! (heeee... ngaku-ngaku...) dapat melaju di jalan yang (agak) mulus. Alhamdulillah.
Kampung Muncang, 23 Juni 2010.
Pukul 10 malam, ketika suara mesin penggilas berhenti dan pekerja berlalu.
Senyap yg ada. Kemana kendaraan yg biasa melintas?
Ga tau deh! Aku ngantuk....zzzz.....